Langsung ke konten utama

Kisah Nabi Ibrahim, Paradoks Absolut Søren Kierkegaard

Karya: Ali Afifi

Alkisah, Ibrahim adalah seorang nabi yang sangat mencintai Tuhannya. Dengan setulus hati Ibrahim menghambakan diri kepada sang pencipta. 

Bahkan dari saking ikhlas dan patuhnya beliau kepada sang khalik, beliau rela mengqurbankan putranya yang paling ia cintai demi penghambaannya kepada Allah SWT.

Padahal Ismail merupakan putra yang sudah lama ditunggu-tunggu kehadirannya. Diriwayatkan, Ismail lahir saat umur Nabi Ibrahim mendekati 100 tahun.

Dalam usianya yang sudah senja, Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniakan anak yang saleh. Allah pun mengabulkan permohonannya dan mengaruniakannya seorang anak yang mulia dan penyabar.

Ketika Ismail beranjak besar, disebutkan berusia sekitar 14 tahun, Allah SWT pun menguji ketaatan dan keikhlasan Nabi Ibrahim dan putranya, dengan meminta menyembelih Ismail. Perintah ini datang dalam mimpi Nabi Ibrahim yang kemudian disampaikan kepada Nabi Ismail untuk meminta pendapatnya. 

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ

Artinya: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.” (Qur'an Surat Ash-Shaffat ayat 102).

Tentu dalam menghadapi peristiwa tersebut, Nabi Ibrahim menghadapi dua dilema.

Pertama, pertimbangan moral. Membunuh manusia adalah suatu tindakan yang amat tidak terpuji. Ditambah lagi yang harus dibunuh disini merupakan putranya sendiri yang sudah lama dinanti-nanti.

Karena bagaimanapun juga, Ibrahim adalah manusia yang juga memiliki cinta kasih. Dan memang sudah selayaknya dia sebagai manusia dan juga sebagai ayah untuk selalu melindungi keluarganya.

Secara moralitas, ayah merupakan tulang punggung yang seharusnya mampu melindungi keluarganya dari rasa lapar, tidak aman dan semacamnya.

Namun sebagai hamba, dia juga harus bahkan wajib mematuhi perintah Tuhannya. Sebagai hamba Ibrahim ingin menunjukkan kecintaannya yang tulus kepada sang pencipta.

Ibrahim pada saat itu menghadapi beberapa paradoks. Antara etikanya sebagai ayah dan etikanya sebagai hamba. 

Bukan hanya itu, bayangan tuhan yang selalu melindungi hamba-nya rasanya tidak berlaku lagi. Bukankah Tuhan adalah tempat kita memohon perlindungan? Lantas bagaimana dengan perintah tuhan untuk menyembelih putranya? Dimana Tuhan yang maha melindungi itu.

Pertanyaan-pertanyaan pasti muncul dalam benak kita sebagai hamba jika dihadapkan pada persoalan ini. Namun beruntunglah Ibrahim yang mampu menjalani ujian tersebut dengan baik.

Kisah Ibrahim tersebut jika kita tilik dari sudut pandang Søren Kierkegaard, merupakan eksistensi tertinggi dari manusia.

Søren Kierkegaard membagi eksistensi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap estetis. Pada tahap ini, manusia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya berdasarkan keinginan batinnya.

Yang kedua tahap etis, meskipun memiliki kebebasan namun, pilihannya tetap dalam pertimbangan moral. Mungkin seandainya Ibrahim tidak mengqurbankan putranya, dia berada pada tahap ini. Walaupun sudah baik, namun pada tahap ini, manusia masih terbelenggu oleh orang lain.

Pada tahap ketiga, yang merupakan eksistensi tertinggi manusia tidak terikat dengan orang lain. Dia sudah tidak terikat oleh etika kepada manusia. Tahap ini disebut paradoks absolut.

Pada tahap ini, manusia benar-benar menghambakan dirinya kepada Tuhan. Tak ada pertimbangan lain selain tuhan. Entah itu etika sebagai ayah, atau sebagai kepala keluarga, semuanya tidak berlaku. Yang ada adalah penghambaan yang sepenuhnya kepada Tuhan.

Ibrahim, adalah contoh manusia yang sampai pada tahap ini. Beliau tidak lagi terikat oleh nilai-nilai yang diciptakan oleh manusia. Dalam pertimbangannya tak ada lagi tentang yang lain dari yang maha tunggal. Dan inilah wujud asli dari seorang hamba.

Wallahu a'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ukm Kala Universitas Nurul Jadid mengadakan pameran seni rupa bertajuk "Membumikan Seni Di Bumi Nurul Jadid"

 Penulis : Muhammad A'lal Hikam Potret beberapa karya seni rupa Ukm Kala Terik matahari tidak menghalangi teman-teman Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kala untuk mengadakan kegiatan pameran seni rupa di gazebo kampus. "Acara ini merupakan lanjutan dari Dies natalies Kala yang bertepatan pada tanggal 01 Januari 2024." Ujar kepala suku Kala Ali Afifi Bertepatan pada jam 10:15 hari Senin Tanggal 08 2024, mereka mulai menata beberapa karya seni rupa dan akhirnya selesai pada jam 12:00. Dengan alat seadanya mereka menikmati dan sangat senang mengadakan acra ini. Berlanjut, acara ini akan ditutup dengan penampilan teater dengan tema "membumikan seni di Universitas Nurul Jadid" yang akan dilaksanakan pada hari kamis mendatang. "acara ini sebenarnya bertujuan untuk menunjukkan bahwa Ukm Kala ini masih tetap eksis dan melestariskan kesenian di bumi Nurul Jadid." timbal pria kelahiran Sumenep tersebut. Beberapa pengunjung yang menikmati pameran seni rupa Ukm Kala M

Kampung Durian Wisata yang Wajib dikunjungi Bagi Pecinta Durian

Penulis : Muhammad A'lal Hikam  Potret wisata kampung durian kala sore hari  Setelah saya menghadiri acara wisuda salah satu teman di Universitas Negeri Jember (UNEJ) terlintas keinginan mampir ke sebuah tempat menarik bernama Kampung Durian. Salah satu tempat wajib dikunjungi oleh pencinta durian seperti saya.  Tidak seperti kampung durian yang ada dalam film kartun Upin dan Ipin. Tidak terlalu banyak pohon durian, namun mata kita bisa dimanjakan dengan jejeran durian-durian yang ditata rapi hampir disetiap depan rumah penduduk sekitar kampung.  Banyak hal yang saya lalui untuk sampai kesana. Pasalnya kota jember ketepan hujan deras dan saya juga beberapa kali salah jalan. Sekitar 1 jam dari Unej saya sudah bisa sampai disana.  Sungguh lelah karena diguyur hujan terbayarkan setelah saya melewati gerbang kampung tersebut. Durian sebesar kepala manusia, bahkan ada yang lebih besar lagi bergelantungan dipinggir jalan, ada juga yang sampai menyentuh tanah. Teman saya bergumam "ke

Hermeneutika Dan Tafsir Al-Quran

Karya : Muhammad A'lal Hikam Belakangan ini, dunia tafsir dikejutkan dengan penafsiran baru (Hermeneutika). Tak luput dan tak lain hal ini berakar dari paham yang berasumsi, segala sesuatu bisa dijangkau menggunakan akal (Liberalisme). “manusia adalah satu-satunya standart bagi segala sesuatu” ujar Protagoras. Kata Hermeneutika secara etimologi diambil dari kata Yunani “Hermenium” yang berarti penjelasan, penafsiran atau penerjemahan. Jika dilihat secara historical, Hermeneutika diambil dari nama dewa metologi Yunani kuno bernama Hermes. Tugas darinya ialah, menerjemahkan pesan-pesan dari gunung Olympus ke dalam bahasa manusia. Istilah Hermeneutika dipergunakan oleh Teolog Yahudi dan Kristen. Pada saat itu, mereka terombang ambing dengan keoutentikan Bible. Apakah Bible kalam Tuhan atau bukan? Keraguan ini di latar belakangi daripenuan teks bible kuno yang berbeda gaya dan kosa katanya. Sehingga para pakar bible menyepakati, butuh Hermeneutika untuk memahami teks-tek